IGMAPALA

IGMAPALA adalah sebuah singkatan dari ( Ikatan Generasi muda Pecinta Alam ), IGMAPALA sebuah Organisasi Sosial berkategori Umum, IGMAPALA berasal dari kota Kuningan berdiri Sejak Tahun 2001, dan telah di Resmikan Oleh Bapak Bupati Kuningan pada Tanggal 03 April 2003

Obyek Wisata Waduk Darma

Salah satu wisata yang cukup terkenal di jawa barat? khususnya di Kuningan. Yang pengen tau silahkan untuk mengunjungi Wisata Waduk Darma yang terkenal dengan keindahannya dan ceritanya. Waduk Darma ini terletak di sebelah barat daya dari kota Kuningan, tepatnya di desa Jagara- Kecamatan Darma dan pada lintasan jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis.

Gunung Ciremai Kuningan

Gunung Ciremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Gunung ini terletak berjauhan dari gunung tinggi lainnya. Mempunyai ketinggian 3.078 Mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.

Curug Ciputri Palutungan

Jalan-jalan ke Kabupaten Kuningan, orang biasanya akan menyempatkan diri untuk singgah di beberapa tempat yang selama ini sudah dikenal sebagai ikon wisata daerah tersebut. Sebut saja situs sejarah Linggarjati, pemandian air panas Sangkanhurip, kolam ikan Cibulan dan Cigugur, Waduk Darma, atau Talaga Remis

Taman Purbakala Cipari Kuningan

Salah satu objek wisata di Kelurahan Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Tempat tersebut suatu tempat temuan benda-benda purbakala jaman dahulu.

Obyek Wisata Waduk Darma



Waduk Darma
. Tau ga salah satu wisata yang cukup terkenal di jawa barat? khususnya di Kuningan. Yang pengen tau silahkan untuk mengunjungi Wisata Waduk Darma yang terkenal dengan keindahannya dan ceritanya. Waduk Darma ini terletak di sebelah barat daya dari kota Kuningan, tepatnya di desa Jagara- Kecamatan Darma dan pada lintasan jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis. GPS -7.00799, 108.41316.
Para Penelusur tau ga luas Waduk Darma ini? usut punya usut ternyata waduk ini menempati areal seluas ± 425 ha, dikelilingi oleh bukit dan lembah serta pemandangan yang indah dengan udara yang sejuk. Kapasitas genangan air maksimal ± 39.000.000 m3. Jarak obyek wisata ini adalah ± 12 km dari kota Kuningan dan dari ± 37 km dari kota Cirebon.
Para Penelusur tau ga cerita unik dari Waduk Darma ini? ternyata nih  Menurut kepercayaan masyarakat sekitar yang kami kutip dari kiaradarmaga.blogspot.com, dahulu saat para wali masih hidup, Waduk Darma merupakan bendungan atau situ yang cukup besar yang di buat oleh mbah Satori (mbah dalem Cageur). Adapun air yang di pakai untuk mengairinya berasal dari mata air Cihanyir yang berada tepat di tengah Waduk Darma dan dari hulu sungai Cisanggarung.
Tujuan mbah Dalem Cageur (Embah Satori) membuat bendungan/Situ itu, adalah untuk tempat bermain Putranya yaitu Paneran Gencay, selain dari itu mbah Dalem Cageur memiliki hobi memelihara ikan.
Dalam pembuatan bendungan dan Situ tersebut mbah Dalem Cageur tidak sedikit mengerahkan tenaga dari pada kurawanya sehingga memerlukan jamuan atau hidangan yang cukup banyak untuk menjamu para pekerjanya. Konon menurut cerita untuk menanak nasi itu mbah Dalem Cageur memilih salah satu bukit yanga berada di sebelah desa Darma (Desa Kawah Manuk) sehingga sampai saat ini tempat bekas menanak nasi itu di beri nama “bukit Pangliwetan”.
Menurut saksi-saksi yang masih hidup tempat-tempat bekas menjamu para pekerja dalam pembuatan situ, sampai saat ini masih ada peninggalannya berupa onggokan tanah yang berupa congcot (nasi tumpeng). Herannya onggokan tanah itu sejak dahulu kala sampai sekarang tidak pernah hilang walaupun sudah beberapa kali dirusak manusia dan digenangi air selama berpuluh-puluh tahun.
Setelah selesai pembuatan situ, mbah Dalem Cageur membuat sebuah perahu yang terbuat dari papan kayu jati dengan ukuran yang cukup besar, ukurannya menurut penduduk yang pernah melihat atau menginjak pada saat Waduk Darma disurutkan pada tahun 1972 memperkirakan panjangnya 20 x 7 meter. Perahu itu dibuat untuk bermain-main anaknya ( Pangeran Gencay). Saking girangnya Pangeran Gencay tidak siang tidak malam bersama rekan-rekannya terus bermain di atas perahu itu. Sementara para penduduk menyaksikan di sekeliling situ sambil menabuh berbagai gamelan. Konon tempat penduduk memainkan gamelan itu di beri nama “Muncul Goong”.
Takdir tak dapat dipungkiri, malang tak dapat di hadang, pada satu malam tepat pada saat bulan purnama Pangeran Gencay bersama para pengasuhnya yang sedang bersenang-senang menaiki perahu buatan ayahnya karam/tenggelam di tengah-tengah situ. Jerit tangis dan ratapan tak dapat di tahan, kedukaan mbah Dalem Cageur tak dapat di lukiskan, sehingga saking kecewanya, maka situ itu atas perintah Embah Dalem Cageur harus di bobolkan dan tidak boleh diari lagi karena kelak akan membahayakan anak cucu.
Setelah Jenasah Pangeran Gencay di temukan dan dibawa ke suatu tempat bernama “Munjul Bangke” (Munjul= tempat yang menonjol. Bangke= Bangkai) lalu dimakamkan di desa Jagara. Adapun tempat tenggelamnya Pangeran Gencay oleh penduduk di beri nama “Labuhan Bulan” karena perahunya tenggelam tepat pada saat bulan purnama (Labuhan= kalebuh, kalebuh= tenggelam).
Pada jaman Belanda seluruh tanah yang akan di jadikan Waduk oleh Belanda di beli secara tunai (th 1939) dengan perhitungan. Tanah Rakyat di beli seharga 100%, Tanah Kasikepan (Tanah kekeyaan Desa) 2/3%, Sedangkan Tanah Bengkok Hanya di beli seharaga 1/3% dari harga normal saat itu.
Berhubung pasukan pendudukan Jepang menguasai Indonesia, maka proyek ini dihentikan sementara. Baru pada tahun 1954, Presiden Soekarno turun tangan untuk melanjutkan proyek pembuatan Waduk Darma. Seluruh pembebasan tanah dan pengerjaan diselesaikan hingga diresmikan pada tahun 1961.
Para Penelusur yang ingin kesini jangan khawatir dengan tempat menginapnya, dan yang sedang bekerja pun dapat menikmati keindahan dari waduk Darma ini. Karena di sini sudah disediakan beberapa fasilitas tambahan untuk para Penelusur yang ingin menikmati keindahan Kawasan Wisata Wadukdarma sambil mengadakan kegiatan rapat atau pertemuan lainnya dan beberapa bangunan villa untuk tinggal sementara selama kegiatan berlangsung. Kapasitas ruang pertemuan sekitar 100 orang, ada juga berbagai fasilitas seperti:
– Camping Ground
– Cottage/Villa Pemondokan
– Fasilitas Mainan Anak
– Kedai Makan
– Kereta Motor
– Kereta Naga (Minitrain)
– Kolam Renang Anak
– Lapang Bola
– Mesjid Jum’at Jagara
– Outbond (Flying Fox)
– Panggung Serbaguna
– Perahu Wisata
– Puskesmas Darma
– Toilet Plus Mushola
Untuk yang ingin kesini dapat melewati rute:
– Arah jalan dari Bandung, Jakarta dan sekitarnya menuju ke Waduk Darma ialah menuju Kuningan Kemudian dilanjutkan ke Lokasi.
– Dari Jawa Tengah menggunakan jalur pantura langsun menuju Kabupaten Kuningan dan langsung ke lokasi
Ayo buruan untuk kesini, karena selain berfungsi sebagai penampung air, Waduk Darma juga dijadikan sebagai sarana rekreasi dan olahraga. Panorama di sekitar Waduk Darma, terutama pada saat matahari akan tenggelam, menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang datang ke Waduk Darma. Apalagi bila menikmatinya sambil duduk di perahu yang mengelilingi pulau mungil bernama Munjul Goong yang ada di tengah-tengah Waduk Darma. Berikut beberapa gambar khusus untuk Para Penelusur.

Readmore → Obyek Wisata Waduk Darma

Gunung Ciremai Kuningan

Gunung Ciremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Gunung ini terletak berjauhan dari gunung tinggi lainnya. Mempunyai ketinggian 3.078 Mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ciremai ada yang menyebut cerme, ada yang seringkali menamakan “Ceremai”) secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Vegetasi di Gunung Ciremai

Hutan-hutan yang masih alami di Gunung Ciremai tinggal lagi di bagian atas. Di sebelah bawah, terutama di wilayah yang pada masa lalu dikelola sebagai kawasan hutan produksi Perum Perhutani, hutan-hutan ini telah diubah menjadi hutan pinus (Pinus merkusii), atau semak belukar, yang terbentuk akibat kebakaran berulang-ulang dan penggembalaan.
Sebagaimana lazimnya di pegunungan di Jawa, semakin seseorang mendaki ke atas di Gunung Ciremai ini dijumpai berturut-turut tipe-tipe hutan pegunungan bawah (submontane forest), hutan pegunungan atas (montane forest) dan hutan subalpin (subalpine forest), dan kemudian wilayah-wilayah terbuka tak berpohon di sekitar puncak dan kawah.

Satwa di Ciremai

Bangkong bertanduk (Megophrys montana), Percil Jawa (Microhyla achatina), Katak-pohon Emas (Philautus aurifasciatus), Bunglon Hutan (Gonocephalus chamaeleontinus), Cecak Batu (Cyrtodactylus sp.), Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Puyuh-gonggong Jawa (Arborophila javanica), Tenggiling (Manis javanica), Tupai kekes (Tupaia javanica), Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis), Macan Tutul (Panthera pardus), Kancil (Tragulus javanicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Landak Jawa (Hystrix javanica).

Jalur Pendakian Linggarjati

Untuk menuju puncak Ciremei terdapat 3 jalur yang dapat ditempuh yakni jalur Majalengka, jalur Palutungan dan,jalur Linggarjati. Jalur Linggarjati ( 650 mdpl) merupakan yang paling terjal dan terberat, namun jalur ini merupakan favorit dilalui pendaki. Jalur ini memang dikenal lebih menantang buat para pendaki
Desa Linggarjati terletak 14 km dari kota Kuningan. Dari pertigaan Linggarjati berjalan kaki  menuju Museum Naskah Linggarjati tempat bersejarah dimana Bung Karno pernah menandatangani perjanjian Linggarjati dengan Belanda. Sementara pos perijinan pendakian terletak tidak terlalu jauh dari museum.

Mendaki Gunung Ciremai

Sebelum memulai pendakian ada baiknya pendaki menyiapkan bekal terutama air, karena susah sekali memperoleh air selama di perjalanan. Jalur menuju puncak sangat jelas dan banyak tanda-tanda penunjuk jalan, sehingga pendaki pemulapun akan mudah .
Dari pos pendakian, perjalanan akan melintasi jalanan beraspal memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Pos Mata Air Cibeunar (750 mdpl). Cibeunar merupakan area camp yang cukup aman buat bermalam, karena terdapat sumber air yang cukup melimpah, yang tidak akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai di puncak. Selepas Cibeunar perjalanan akan melewati perkebunan penduduk hingga memasuki Leuweng Datar (1.200 mdpl).
Dari Leuweng Datar pendaki akan melewati pos sebagai tempat istirahat yakni Sigedang dan Pos Kondang Amis . 2 jam berikutnya pendaki akan sampai di Pos Kuburan Kuda (1.380 mdpl). Kuburan Kuda merupakan tanah datar yang cukup luas dan cukup teduh sebagai tempat perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat. Setelah Kuburan Kuda, pendaki akan melewati beberapa tempat keramat lagi seperti Ceblokan, Pengalas.
Jalanan akan membesar ketika melewati Tanjakan Bin-Bin dan semakin menanjak lagi ketika melewati Tanjakan Seruni (1.750 mdpl). Jalur ini adalah yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki akan menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya.
Kemudian akan sampai di Tanjakan Bapatere (1.950 mdpl) dengan jalur tetap menanjak nyaris tanpa bonus sampai di Batu Lingga (2.250 mdpl). Waktu yang diperlukan adalah sekitar 1 jam lebih. Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo kepada para pengikutnya . Di dekat batu lingga terdapat sebuah in memoriam pendaki. Menurut kisah pendaki itu tewas karena sesuatu kejadian yang aneh di batulingga. Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang yang selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari mulutnya. Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk halus bernama aki dan nini serentet buntet.
Batu Lingga merupakan pos peristirahatan yang berupa tanah datar dan terdapat sebuah batu berukuran besar. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos peristirahatan lagi yakni Kiara Baton dan Sangga Buana. Kemuidian pendaki baru akan memasuki batas vegetasi. Perjalanan berlanjut 2 jam berikutnya sampai di  Pos Pangasinan (2.750 mdpl).
Pangasinan merupakan pos terakhir. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang, pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena itu pada malam malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap langkah kaki para serdadu jepang. Dari daerah yang cukup terbuka ini, pendaki dapat menyaksikan bibir kawah yang cukup menakjubkan. Diperlukan waktu satu jam dengan melewati bebatuan cadas dan medan yang tetap menanjak, bahkan harus setengah merayap, untuk sampai di puncak.

Summit Attack Ciremai

puncak ciremai
Untuk menggapai puncak tertinggi  Gunung Ciremai (3.078 mdpl), pendaki  lebih dahulu  melewati puncak tertinggi kedua  – Sunan Mataram (3.058 mdpl) ditandai batu trianggulasi. Dari Tranggulasi Sunan Mataram, untuk mencapai puncak tertinggi Ciremai, pendaki harus mengelilingi kawah hingga bertemu dengan Trianggulasi lagi yang sudah roboh yang biasa dinamai Sunan Cirebon, itulah puncak tertinggi Gunung Ciremai.

Akomodasi dan Perijinan

Seluruh aktifitas pendakian Taman Nasional Gunung Ciremai wajib mengurus Surat Ijin Masuk Lokasi (SIMAKSI) di Kantor Balai Taman Nasional Gunung Ciremai Kuningan. Para pendaki wajib juga menyiapkan fotocopi identitas diri (KTP), mengisi formulir pendakian, membayar tiket masuk lokasi dan asuransi pada masing-masing pintu masuk jalur pendakian. Selain itu pendaki wajib mengerti manejemen pendakian agar pendakian berjalan sesuai rencana.
Readmore → Gunung Ciremai Kuningan

Curug Ciputri Palutungan

JALAN-JALAN ke Kabupaten Kuningan, orang biasanya akan menyempatkan diri untuk singgah di beberapa tempat yang selama ini sudah dikenal sebagai ikon wisata daerah tersebut. Sebut saja situs sejarah Linggarjati, pemandian air panas Sangkanhurip, kolam hikan Cibulan dan Cigugur, Waduk Darma, atau Talaga Remis.
Di luar nama-nama yang sudah populer di atas, Kuningan juga masih menyimpan objek wisata yang jika ditata dan dipromosikan lebih baik, bisa menjadi daerah tujuan wisata andalan. Salah satunya adalah daerah Palutungan, yang oleh beberapa kalangan sering disebut-sebut sebagai ”Lembang”-nya Kab. Kuningan. Hanya, untuk para wisatawan luar daerah, Palutungan masih belum dikenal.
Selama ini, nama Palutungan sebenarnya cukup menjadi tempat favorit untuk berkemah dan rendezvous anak-anak muda. Tiap akhir pekan dan liburan, Palutungan selalu dipadati para remaja dan anak-anak sekolah yang datang dari Kabupaten Kuningan, Majalengka, Cirebon, bahkan Tegal (Jawa Tengah). Mereka ke sana untuk berkemah selama satu atau dua hari. Sebagian lagi sekadar mencari suasana bersama kekasih.
Belakangan, Palutungan juga menjadi area outbound dan gathering dengan kelengkapan memadai untuk melatih ketangkasan dan uji nyali, seperti flying fox. Fasilitas umumnya juga relatif sudah lengkap seperti tempat parkir yang luas, toilet, sarana ibadah, warung jajanan, pusat informasi, hingga area botram yang nyaman. Untuk keperluan komunikasi, sinyal telefon seluler dari sejumlah operator tergolong cukup kuat, sehingga sangat membantu wisatawan.
Terletak di punggung Gunung Ciremai (gunung tertinggi di Jawa Barat) pada ketinggian 1.100 meter di atas permukaan air laut (mdpl), Palutungan mampu memberi sensasi tersendiri. Di Palutungannya sendiri, kita bisa menikmati suasana alam khas pegunungan, perpaduan antara kesejukan udara, jejeran pohon pinus merkusi, dan kicau burung yang hinggap di dahan pepohonan. Semuanya bisa membuat pikiran segar kembali.
Pemandangan khas lainnya yang dijumpai di Palutungan adalah seringnya kabut turun menyelimuti kawasan tersebut. Selimut kabut itu datang nyaris tak mengenal waktu atau musim. Baik pagi, siang, sore, maupun malam, kabut bisa tiba-tiba turun. Memang turunnya kabut kerap menciptakan suasana horor dan magis. Namun, pada saat yang sama juga menampilkan pemandangan spektakuler yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Jika ingin menikmati permainan air, kita juga tak perlu repot karena tak jauh dari lokasi perkemahan, terdapat sebuah curug (air terjun) yang cukup indah pemandangannya. Air terjun yang lebih dikenal sebagai Curug Putri itu terletak di lembah sebelah timur dan hanya berjarak sekitar lima ratus meter dari area perkemahan. Curug Putri termasuk area favorit yang banyak dikunjungi remaja dan keluarga.
Salah satu daya tarik curug setinggi delapan meter itu adalah adanya kepercayaan bahwa air curug tersebut mengandung khasiat obat, khususnya rematik dan penyakit tulang. Ada juga yang percaya, air Curug Putri yang bersumber dari mata air di gunung Ciremai itu bisa mengobati 1.001 macam penyakit. Di samping itu, air curug juga dipercaya memiliki khasiat mempermudah dapat jodoh. Jika orang sering mandi dan membasuh muka dengan air Curug Putri, orang itu dipercaya bakal segera dapat jodoh.
Nama Curug Putri itu sendiri berasal dari legenda yang menyebutkan bahwa tempat itu merupakan pemandian para putri dari kahyangan, tempat para bidadari turun ke bumi. Saat ada hujan gerimis dan matahari bersinar, dari Curug Putri kita bisa melihat bentang pelangi yang diyakini oleh sebagian masyarakat sebagai jembatan bagi turunnya para bidadari nan cantik jelita dari kahyangan ke bumi.
Tidaklah mengherankan jika banyak pengunjung yang datang ke Curug Putri sengaja membiarkan tubuhnya tertumbuk air terjun, berendam, dan menceburkan diri ke dalam kolam yang dibuat berundak-undak, atau sekadar membasuh muka dengan air curug. ”Ya, itu kan hanya mitos. Saya sendiri mandi air terjun bukan untuk cari jodoh, tetapi karena seneng aja,” tutur Mulyana, remaja asal Kecamatan Cipicung, Kab. Kuningan.
Selain itu, Palutungan juga diklaim sebagai tempat terbaik untuk bisa menyaksikan pemandangan indah dan spektakuler. Hal itu dimungkinkan karena dari Palutungan kita bisa menyapu pandang ke tempat-tempat yang ada di posisi lebih bawah. Ke arah timur, kita bisa menyaksikan Kota Kuningan dan daerah-daerah sekitarnya. Ke arah selatan, Waduk Darma dengan genangan airnya bisa kita nikmati. Ke arah barat, kita bisa menyaksikan sebagian Majalengka. Sementara ke arah utara, kita bisa melihat Laut Jawa dan Pantai Cirebon.
Berlokasi di Kampung Malaraman, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Palutungan relatif mudah untuk dijangkau. Jalanan beraspal yang tak terlalu lebar, cukup memadai untuk dilalui berbagai jenis kendaraan, baik roda dua maupun empat. Dari Kota Kuningan, sebelum sampai di Palutungan, pengunjung akan melewati dua objek wisata yang selama ini sudah dikenal yakni pemandian Cigugur dan Goa Maria Cisantana.
Untuk mencapai lokasi yang berjarak sekitar sembilan kilometer ke arah barat dari Kota Kuningan itu, para pengunjung harus melewati jalan yang berkelok dan mendaki. Oleh karena itu, para pengunjung dituntut ekstra hati-hati, terutama saat musim hujan. Selain beberapa ruas cukup terjal dan jalan tak terlalu lebar, saat musim hujan, jalanan relatif licin.
Saat menuju Palutungan, karena jalanan menanjak, pengendara (sepeda motor dan mobil) mesti sering ”bermain” dengan gigi rendah. Sebaliknya, saat pulang dari Palutungan, karena menurun, pengendara harus sering-sering menginjak rem. Dengan kondisi seperti itu, jika ingin ke Palutungan, sangat disarankan menggunakan kendaraan yang bugar dan dalam kondisi baik. Sebaiknya dihindari penggunaan kendaraan jenis sedan.
Meskipun demikian, bagi sebagian pengunjung, kondisi jalanan yang berkelok-kelok, justru menghadirkan sensasi tersendiri. Di samping bisa menikmati kelokan jalan, selama perjalanan ke Palutungan, kita akan menikmati aroma khas pegunungan, yakni berupa harum segar aroma daun bawang, wortel, seledri, dan beragam jenis sayuran, yang campur aduk dengan ”aroma” kotoran kerbau/sapi yang digunakan petani untuk memupuk lahan mereka.
Yang pasti, udara Palutungan memang menyegarkan dan menyehatkan. Apalagi bagi kita yang hidup di kota, di mana keseharian kita tak bisa lepas dari kontaminasi polusi yang membahayakan kesehatan.

Sumber : Pikiran Rakyat
Readmore → Curug Ciputri Palutungan

Taman Purbakala Cipari Kuningan


TAMAN Purbakala Cipari. Mendengar namanya saja, siapapun pasti langsung memiliki bayangan kalau objek wisata di Kelurahan Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, tersebut suatu tempat temuan benda-benda purbakala. Bayangan tersebut memang tidak salah. Tetapi tidak ada salahnya kalau sesekali kita berwisata ke lokasi temuan benda-benda purbakala.
Apalagi ke Taman Purbakala Cipari. Manakala kita berada ditengah-tengah Batu Temu Gelang, sebuah tanah lapang berbentuk lingkaran dikelilingi batu sirap yang menjadi tempat upacara berhubungan dengan arwah nenek moyang dan juga berfungsi sebagai tempat musyawarah. Kita seakan terseret jauh ke jaman ratusan ribu tahun lalu.
Di antara hembusan angin pegunungan yang datang dari gunung Ciremai di sebelah utara Taman Purbakala Cipari, Juru Pelihara (Jupel) Suma (36) memaparka semua tentang apa saja yang ada di kawasan Taman Purbakala. “Kalau hari (cuaca) sedang baik, bila sudah berada di sini (Taman Purbakala Cipari) pengunjung akan tinggal berlama-lama dan tanpa terasa hari sudah sore atau beranjak gelap,” ujar Suma, lulusan SMKI (sekarang SMKN 10 Bandung) yang sudah menjadi petugas Juru Pelihara (Jupel) BP 3 Serang untuk Taman Purbakala Cipari sejak tahun 1999 dan secara resmi diangkat tahun 2007.
Taman Purbakala Cipari berlokasi di lingkungan pemukiman warga Kelurahan Cipari Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat. “Sebelumnya lokasi berada ditengah-tengah perkebunan, dan untuk pertamakali ditemukan oleh Wijaya pada tahun 1971 pemilik kebun,” ujar Suma mengawali cerita Taman Purbakala Cipari. Luas Taman Purbakala Prasejarah Cipari 6.364 meter persegi. Area ini sebelumnya berupa kebun tanah milik Wijaya serta milik beberapa warga lainnya. Pada tahun 1971, Wijaya menemukan batuan andesit pipih lebar yang setelah diteliti ternyata peti kubur.
Bersamaan dengan temuan tersebut, pada tahun 1972 diadakan penggalian percobaan dengan tujuan penyelamatan artefak dan ditemukan, kapak batu, gelang batu, dan gerabah yang merupakan benda bekal kubur. Tiga tahun kemudian diadakan penggalian total dan setahun dibangun Situs Museum Taman Purbakala Cipari, pada 23 Februari 1978 museum diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, waktu itu, Prof. DR. Syarif Thayeb.
“Hingga kini koleksi temuan untuk kapak batu kalasedon ada empat puluh sembilan dan gelang ada sepuluh, sedangkan dari bahan perunggu kapak ada sembilan dan gelang ada satu. Sampai saat ini temuan benda-benda masih sering ditemukan warga, terutama yang lokasinya di gunung Pucuk anak gunung Ciremai,” ujar Suma. Lokasinya objek wisata yang hampir 80 dikunjungi wisatawan anak-anak sekolah ini, berada di daerah berbukit kaki gunung Ciremai atau tepatnya di 661 meter dpl. Dari Kota Kuningan berjarak sekira 4 kilometer, sedangkan dari Kota Cirebon sekira 35 kilometer.
Meskipun lokasinya dekat dengan kota Kuningan dan sangat mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun angkutan, tapi untuk mencapainya pengunjung yang baru pertamakali berkunjung harus rajin bertanya kepada warga yang ditemui. “Memang masalah papan petunjuk yang kurang jelas banyak dikeluhkan wisatawan, ukuran papan petunjuk sama persis dengan ukuran nama jalan,” ujar Suma.
Dari lokasi tempat parkir yang dapat menampung lebih dari 30 lebih kendaraan roda empat, pengunjung sudah disambut dengan tumpukan batu andesit tersusun rapih memagari kawasan Taman Purbakala Cipari. Setelah melalui gerbang masuk kita akan mendapatkan menhir, yakni batu tegak kasar sebagai medium penghormatan sekaligus tempat pemujaan.
Dibatasi jalan pengunjung, terdapat dua tanah lapang berbentuk lingkaran dengan dan lingkaran lonjong berdiameter enam meter dengan dibatasi susunan batu sirap, di tengah-tengahnya terdapat batu. Tempat yang bernama Batu Temu Gelang ini adalah lokasi upacara dalam hubungan dengan arwah nenek moyang serta berfungsi sebagai tempat musyawarah.
Di seberang Batu Temu Gelang, terdapat tiga kubur batu yang di dalam peti tidak ditemukan kerangka manusia. “Karena tingkat keasaman dan kelembapan tanah yang terletak diketinggian 661 meter dpl terbilang tinggi, sehingga tulang yang dikubur mudah hancur,” terang Suma.
Peti kubur terbuat dari batu andesit besar berbentuk sirap masih tersusun di tempatnya semula. Mengarah ke timur laut barat daya yang menggambarkan konsep-konsep kekuasaan alam, seperti matahari dan bulan yang menjadi pedoman hidup dari lahir sampai meninggal.
Diarah barat kubur batu, setelah melalui punden berundak terdapat menhir dan ada pula dolmen (batu meja) yang tersusun dari sebuah batu lebar yang ditopang beberapa batu lain sehingga berbentuk meja. Diantara batu dolmen, juga batu dakon (lumpang batu), yakni batu berlubang satu atau lebih, berfungsi sebagai tempat membuat ramuan obat-obatan. “Fungsi dolmen sebagai tempat pemujaan kepada arwah nenek moyang sekaligus tempat peletakan sesaji,” terang Suma.
Peti kubur batu yang ada situs purbakala Cipari ini memiliki kesamaan dengan fungsi peti-peti kubur batu di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Masyarakat Sulawesi Utara menyebut peti kubur batu sebagai waruga, masyarakat Bondowoso menyebutnya pandusa, dan masyarakat Samosir menyebutnya tundrum baho.
Melihat semua keunikan itu, pilihan berwisata ke Taman Purbakala Cipari ini sangat tepat. Karena apa yang didapat bukan sekedar liburan, namun juga bisa menapaki sejarah masal lalu negeri ini. Sayang, saat ini kondisinya kurang terawat. Kondisi gedung museum, sebagian ijuknya udak mulai berlubang. Demikian pula halnya dengan ruang pamer yang minim lampu penerangan.
Sementara sejumlah bebatuan sirap yang menjadi pijakan mulai terlepas dan bahkan beberapa mulai bergeser. Padahal bila dikelola dan ditunjang dengan inprastruktur yang baik, kemungkinan besar jumlah kunjungan wisatawan yang datang bukan hanya anak sekolah saja, tetapi juga turis mancanegara akan semakin banyak.

Sumber : Pikiran Rakyat
Readmore → Taman Purbakala Cipari Kuningan

Ratusan Mata Air di Gunung Cermai Lenyap


KUNINGAN, (PR). Ratusan mata air di sekitar kawasan Gunung Ciremai yang masuk wilayah Kabupaten Kuningan, belakangan dikabarkan lenyap. Jumlah titik mata air yang sebelumnya mencapai 600 titik lebih, kini diperkirakan tinggal tersisa sekira 200-an mata air. Kondisi tersebut diduga akibat adanya tekanan terhadap kawasan hutan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. 


Menurut informasi yang diperoleh "PR", Rabu (6/7), masalah penurunan titik sumber mata air di kawasan Ciremai itu sempat dipertanyakan rombongan anggota DPRD Jabar, saat berkunjung ke Kuningan, belum lama ini. 

Hilangnya ratusan titik sumber air di kawasan Ciremai itu diduga selain akibat penebangan pohon secara liar, juga adanya kegiatan penambangan galian C dan sisa kebakaran yang menghanguskan ribuan pohon di lereng gunung itu. 

Perihal adanya kerusakan lingkungan yang diwarnai lenyapnya ratusan titik sumber mata air di Gunung Ciremai, juga diakui oleh para pecinta lingkungan yang secara kontinu memperhatikan kondisi alam di kawasan gunung tertinggi di Jabar itu. Mereka menyatakan prihatin, kondisi kerusakan lingkungan pada kawasan hutan di gunung itu telah menghilangkan ratusan titik mata air. Sehingga, jika dibiarkan tanpa upaya melakukan penanganan secara dini, tidak mustahil dalam beberapa tahun ke depan, potensi sumber air itu akan sulit diperoleh. 

Pergantian musim

Karena itu pula, Ikatan Generasi Muda Pecinta Alam (Igmapala) Cipasung Darma Kab. Kuningan, misalnya, meminta perhatian serius dari pihak pemkab dan pihak terkait lainnya atas fenomena yang bisa mengancam kebutuhan air masyarakat, khususnya bagi generasi masa mendatang itu. "Karena jika didiamkan, masalah ini bisa berdampak pada kesengsaraan masyarakat mendatang sehingga harus diperhatikan serius," kata Ade Diana Fikri dari Igmapala.

Namun, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP) Kuningan, Ir. Abdul Kodir, mengatakan, hilangnya ratusan titik mata air itu diduga lebih disebabkan oleh pergantian musim. Menurutnya, mata air yang hilang itu, memiliki debit air rata-rata di bawah 5 liter per detik sehingga sangat mudah lenyap ketika terjadi musim kemarau. Ratusan titik mata air itu, biasanya akan mengeluarkan air kembali ketika musim hujan datang. 

Dijelaskan Kodir, menurut hasil survei yang dilakukan pihaknya, dari sekira 620 titik sumber mata air di kawasan Gunung Ciremai tersebut, hanya sekira 60-an titik saja berpotensi besar dengan debit air mencapai ratusan bahkan ribuan liter per detik. Sedangkan sebagian lainnya, hanya di bawah 100 liter per detik. "Nah, sumber mata air dengan debit air yang besar saja yang pada musim kemarau ini, masih tetap bisa mengeluarkan airnya," ucapnya.(A-98)

Post Date : 07 Juli 2005

Sumber : Pikiran Rakyat - 07 Juli 2005
Readmore → Ratusan Mata Air di Gunung Cermai Lenyap